Wulan Guritno dan Polemik Parenting Digital: Antara Kritik, Klarifikasi, dan Realita Orang Tua Milenial
![]() |
Ilustrasi Image |
Wulan Guritno, salah satu nama besar di dunia hiburan Indonesia, kembali menjadi perbincangan hangat publik. Namun kali ini bukan karena perannya di film atau sinetron, melainkan karena pernyataannya tentang pola asuh anak di era digital yang viral di media sosial. Dalam sebuah sesi podcast bersama Deddy Corbuzier, Wulan menyampaikan pandangannya mengenai kebiasaan orang tua zaman sekarang yang cenderung terlalu mudah memberikan gadget kepada anak-anak mereka.
Pernyataan tersebut langsung memicu gelombang reaksi dari warganet. Potongan video pernyataannya dibagikan ulang lebih dari 100 ribu kali di Instagram, sementara tagar #WulanGuritno mencapai lebih dari 1,8 juta cuitan di platform X (dulu dikenal sebagai Twitter). Beragam komentar bermunculan—mulai dari yang memberikan dukungan, hingga mereka yang merasa Wulan kurang memahami kompleksitas peran orang tua masa kini.
Apa yang Dikatakan Wulan?
Dalam podcast tersebut, Wulan mengungkapkan kekhawatirannya terhadap penggunaan gadget oleh anak-anak. Ia menyoroti bahwa banyak orang tua zaman sekarang memilih jalan pintas dengan memberikan ponsel atau tablet kepada anak-anak mereka sebagai alat untuk menenangkan atau menghibur. Menurutnya, meskipun teknologi bisa menjadi alat bantu belajar yang efektif, namun penggunaan yang tidak terkontrol bisa berdampak negatif, terutama bagi perkembangan mental dan sosial anak.
"Saya melihat banyak orang tua yang membiarkan anaknya bermain gadget selama berjam-jam tanpa pengawasan. Ini sebenarnya sangat berbahaya karena anak bisa jadi kecanduan dan kehilangan kemampuan bersosialisasi di dunia nyata," ungkap Wulan dalam podcast tersebut.
Pernyataan itu memicu perdebatan luas. Beberapa kalangan menganggap Wulan terlalu menyederhanakan persoalan. Namun tak sedikit pula yang justru mendukung sudut pandangnya.
Gelombang Reaksi di Media Sosial
Viralnya pernyataan Wulan memunculkan dua kutub perdebatan. Di satu sisi, ada mereka yang setuju dan merasa bahwa kritik Wulan adalah cerminan dari keprihatinan yang valid terhadap fenomena sosial saat ini. Di sisi lain, ada pula netizen yang menganggap bahwa Wulan tidak cukup memahami tekanan dan tantangan yang dihadapi oleh orang tua generasi milenial dan Gen Z.
Reaksi yang Mendukung:
Banyak orang tua yang sepakat bahwa gadget bukanlah solusi terbaik untuk menenangkan anak. Mereka menyoroti pentingnya pengawasan dan batasan waktu saat anak menggunakan perangkat elektronik. Sebagian bahkan berterima kasih kepada Wulan karena telah berani mengangkat isu sensitif ini ke ruang publik.
Reaksi yang Mengkritik:
Sebaliknya, tak sedikit pula yang menyayangkan pernyataan Wulan. Menurut mereka, tidak semua orang tua memiliki privilege atau waktu luang yang cukup untuk terus menerus menemani anak bermain atau belajar. Dalam banyak kasus, memberikan gadget menjadi satu-satunya cara agar anak bisa tetap tenang saat orang tua harus bekerja dari rumah atau menjalankan tugas domestik lainnya. Beberapa warganet bahkan menilai pernyataan Wulan terkesan menghakimi dan tidak solutif.
Klarifikasi Wulan: "Saya Tidak Menggurui"
Melihat ramainya reaksi publik, Wulan pun segera memberikan klarifikasi melalui akun Instagram pribadinya, @wulanguritno. Dalam unggahan story-nya, ia menuliskan bahwa pernyataan tersebut hanyalah berdasarkan pengalaman pribadi, bukan bentuk penghakiman terhadap gaya parenting orang lain.
"Saya bukan ahli parenting, saya hanya berbagi apa yang saya lihat dan alami. Tidak ada niat untuk menggurui siapa pun. Saya paham bahwa setiap orang tua memiliki tantangan masing-masing," tulisnya.
Klarifikasi ini sedikit meredam ketegangan, namun diskusi tetap berlangsung, bahkan membuka ruang baru untuk membahas pentingnya edukasi seputar penggunaan teknologi dalam dunia parenting modern.
Tantangan Orang Tua di Era Digital
Fenomena yang disoroti Wulan memang bukan hal baru. Seiring berkembangnya teknologi, semakin banyak anak yang terekspos dengan gadget sejak usia dini. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang dampak jangka panjang terhadap tumbuh kembang anak, mulai dari kecanduan layar, gangguan tidur, menurunnya kemampuan berkomunikasi secara langsung, hingga risiko terpapar konten yang tidak sesuai usia.
Namun, di sisi lain, banyak orang tua merasa terjebak dalam situasi yang serba sulit. Tuntutan pekerjaan, keterbatasan waktu, serta kurangnya ruang bermain yang aman bagi anak-anak di perkotaan membuat gadget menjadi solusi praktis. Bahkan di masa pandemi lalu, peran gadget justru meningkat sebagai media belajar daring, komunikasi, hingga hiburan.
Oleh karena itu, perdebatan ini tidak hanya menunjukkan bahwa parenting di era digital memang kompleks, tetapi juga bahwa diperlukan lebih banyak ruang diskusi yang inklusif dan tidak saling menyalahkan.
Menumbuhkan Kesadaran Kolektif
Apa yang dilakukan Wulan Guritno sebenarnya bisa menjadi pemicu kesadaran kolektif. Meskipun banyak yang berbeda pendapat, pernyataan tersebut membuka ruang dialog antara berbagai pihak: orang tua, pendidik, psikolog anak, hingga pembuat kebijakan. Di tengah pesatnya arus digitalisasi, edukasi tentang literasi digital untuk anak-anak dan orang tua menjadi sangat krusial.
Daripada terjebak dalam debat pro-kontra, pernyataan Wulan seharusnya dijadikan momentum untuk mendorong lebih banyak workshop, kampanye edukatif, dan forum diskusi mengenai pengasuhan anak yang adaptif terhadap perkembangan zaman.
Kesimpulan: Parenting adalah Perjalanan Pribadi Setiap Keluarga
Kasus Wulan Guritno menunjukkan bahwa parenting adalah isu yang sangat personal dan penuh tantangan. Setiap keluarga memiliki pendekatan yang berbeda, tergantung pada kondisi sosial, ekonomi, hingga nilai-nilai yang dianut. Tidak ada metode tunggal yang bisa diterapkan untuk semua, namun dialog dan saling berbagi pengalaman bisa membantu banyak orang tua menemukan cara terbaik untuk mendidik anak-anak mereka.
Wulan sendiri, sebagai figur publik, telah menunjukkan sikap terbuka untuk berdiskusi dan tidak menutup ruang klarifikasi. Ini adalah contoh yang patut diapresiasi, karena diskusi sehat adalah bagian dari kemajuan masyarakat.